Dua bulan jelang pergantian kepemimpinan, stabilitas politik begitu terjaga. Pilpres 2024 yang berlangsung panas, sudah dingin lagi. Yang menarik, Presiden Jokowi berhasil wujudkan transisi pemerintahan yang smooth.
Penilaian ini disampaikan pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC), Dimas Oky Nugroho saat menjadi narasumber di Podcast Ngegas yang dipandu editor Rakyat Merdeka Siswanto, Senin (29/7/2024).
Berdasarkan ilmu politik, yang menjadi penting dalam sebuah transisi adalah political order atau tertib politik. Hal itu patut diupayakan untuk mencapai sebuah kemaslahatan dan kepastian.
Kata Dimas, kepastian bukan hanya dibutuhkan politisi, tetapi juga dunia usaha. Memang, konflik kerap muncul dalam proses transisi. Namun, akan terjadi titik keseimbangan baru atau equilibrium.
“Saya pikir di 2024 ini, yang diwujudkan para pemimpin politik supaya polarisasi tidak meluas. Sehingga hadir upaya untuk membangun yang namanya political order, pasca Pilpres yang sangat dinamis,” urai Dimas.
Eks Staf Khusus di Kantor Staff Kepresidenan (KSP) ini mencontohkan transisi yang terjadi pada 1965. Era kepemimpinan Soekarno ke presiden Soeharto atau yang bisa disebut Orde Baru. Begitu juga saat 1998, atau dikenal dengan reformasi.
Pemerintahan BJ Habibie, berlangsung cepat dan beralih ke KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur. Begitu gitu dari Gus Dur ke Megawati Soekanoputri. Pada setiap transisi di era reformasi ini, polarisasi yang muncul sangat kuat sehingga relatif sulit membangun political order yang kondusif. “Muncul stability baru ketika zaman SBY,” urai Dimas.
Meski sebenarnya di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla sebenarnya masih ada dinamika. Polarisasi masih menyebar di berbagai kekuatan. Baru di era SBY-Boediono terjadi ordo politik yang mulai kokoh.
Menurut Dimas, sebenarnya transisi dari SBY ke Joko Widodo relatif smooth. Tak banyak ‘titipan politik’ dari SBY ke Jokowi.
“Bahwa ada partai pengusung SBY yang beradaptasi untuk membangun relasi mendukung pemerintahan baru, saya pikir itu logis,” ulasnya.
Konsolidasi politik mulai terbentuk di era Jokowi-JK, tetapi belum terkonsolidasi dengan kuat. Baru di periode kedua Jokowi, konsolidasi terbangun kuat. Sampai akhirnya Pilpres 2024.
Dimas menyebut, para elite politik cukup dewasa menyikapi situasi. Terbukti, mereka menghindari proses transisi politik yang rumit atau dramatis.
“Para pemimpin politik menyadari kapan waktunya bertarung, kapan waktunya membuka komunikasi. Semua bisa langsung beradaptasi dengan cepat,” tuturnya.
Perlu diakui, ada semacam situasi prakondisi yang membuat politik para pemimpin menjadi lebih adaptif. Sebut saja kondisi geopolitik yang hari ini benar-benar rentan.
Namun, realitas politik yang terjadi saat ini dan patut mendapat apresiasi adalah proses transisi politik. Jokowi berhasil membangun transisi politik yang berjalan smooth.
Kenapa? Selama republik ini berdiri, transisi politik kerap diwarnai konflik. Bahkan ada yang sampai berdarah-darah. Sementara pada proses transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi ke Presiden terpilih Prabowo Subianto cenderung berjalan smooth.
“Dalam kontes politik negara, Presiden Jokowi berhasil membangun transisi pemerintahan yang prospektif. Sehingga pemerintahan berikutnya siap langsung kerja. Ini keren banget,”
Pendiri Perkumpulan Kader Bangsa ini juga menyinggung soal rumor adanya perpecahan atau tarik menarik antara Jokowi dan Prabowo. Menurutnya, secara personal maupun realitas politik yang ada, sangat mustahil Jokowi-Prabowo pecah kongsi. Meskipun ada dugaan keduanya coba dibenturkan, rasanya sulit itu bakal berhasil.
“Keduanya sama-sama membutuhkan. Transisi ini bukan zero sum, tapi win-win. Baik untuk Jokowi, baik untuk Prabowo, juga kemasalahatan bersama,” pungkas Tenaga Ahli di Kementerian Perekonomian ini.
Sumber: Jokowi Berhasil Wujudkan Transisi Pemerintahan Yang Smooth